Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo turut menanggapi soal dugaan permainan proses karantina Covid 19 di Indonesia. Rahmad berharap, pemerintah dapat memberikan sanksi tegas kepada pihak pihak yang terlibat dalam permainan ini. Menurut Rahmad, tidak ada toleransi bagi pihak pihak yang memang terbukti bersalah.
“Kalau ini benar ditemukan ini tentu tidak boleh dimaafkan, harus ada sanksi tegas." "Sudah tidak boleh ditoleransi, orang lain menderita kok menari menari di atas penderitaan orang lain,” kata Rahmad dikutip dari , Jumat (4/2/2022). Sebelumnya diberitakan bahwa Presiden Joko Widodo yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit dapat segera mengusut tuntas dugaan permainan karantina.
Menurut Rahmad, permintaan dari Presiden Jokowi itu sedianya dapat menjadi momentum untuk perbaikan penyempurnaan tata kelola manajemen sistem, khususnya terhadap pelaksanaan sistem karantina di Indonesia. Permainan karantina ini, kata Rahmad, harus dapat menjadi perhatian bersama. Senada dengan Rahmad,Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah juga menanggapi terkait dugaan permainan karantina yang kini ramai dibicarakan.
Ia menilai terjadinya permainankarantinadan sejumlah pelanggaran terkait aturanCovid 19sangat masif. Trubus pun menyayangkan mengapa permainankarantinadi Indonesia, masih ditemukan. "Misalnya, Pekerja Migran Indonesia ditawari (membayar) Rp4,5 juta agar bisa langsung kembali ke rumah (tanpakarantina)."
"Iya (kasus permainan karantina di Indonesia) ini sangat masif, karena semua elemen ada, seperti unsur keamanan, Kementerian Kesehatan, dan Satgas Covid 19," kata Tribus dalam wawancara Kompas TV, Selasa (1/2/2022). Apalagi, kata Trubus, masalah ini mendapatkan perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Apalagi sudah sampai ke telinga Presiden, ini kan memalukan sekali."
"Ini menjadi potret buruk bagaimana tata kelola terkaitkarantinadi Indonesia." "Karena kejadian (permainankarantina) ini berulang ulang," sambung Trubus. Menurut Trubus, tiga hal yang yang mungkin dapat memicu adanya permainan karantinya, yaitu:
1. Sistemnya yang memang memberikan celah untuk melakukan pelaanggaran pelanggaran. 2. Dari sisi kebijakan yang sering berubah ubah. Seringkali orang (petugas) di lapangan tidak mengetahui adanya perubahan kebijakan. 3.Terkait dengan integritas dan moralitas petugas di lapangan
"Jadi tiga jal itu yang menyebabkan buruknya tata kelola karantina dalam hal penanganan Covid 19 di Indonesia," jelas Trubus. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan yang dimulai dari tempatkarantina, khususnya tempatkarantinadi hotel. Termasuk harus diperketatnya sistem pengawasan di tempat tempat isolasi tersebut.
"Menurut saya ini harus dibenahi mulai dari tempatkarantina." "Karantina kan ada yang terpusat dan di hotel, ini yang harus dibenahi dari tempat tempat pelaksanaan (karantina) karena hotel yang dimaksud ini kan telah direkomendasikan oleh SatgasCovid 19, jadi bukan sembarang hotel." "Jadi harus ada pengawasan secara ketat di hotel hotel tersebut."
"Hotel diharapkan dapat bersinergi dengan SatgasCovid 19." "Jadi jangan melihat ini adalah ulah oknum, tapi ini karena kasus ini telah berulang kali terjadi (maka sistem tata kelolanya yang harus diperbaiki)," lanjut Trubus. Menindaklanjuti instruksi Presiden Jokowi, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan pihaknya tidak segan untuk menindak tegas pelaku permainan karantina.
"Polri siap menindak tegas siapapun yang terbukti melanggar dalam proses karantina." "Kami juga melakukan pengawasan dan pencegahan agar tidak ada permainan dalam hal tersebut," kata Dedi saat dikonfirmasi , Selasa (1/2/2022). Sesuai dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Dedi menyebut, pihaknya akan melakukan pengawasan dan pengetatan terhadap protokol kesehatan (prokes) hingga proses karantina bagi para PPLN.
Khususnya di wilayah yang memiliki pintu masuk NKRI. Polri dalam hal ini akan bersinergi dengan seluruh pihak terkait dan elemen masyarakat. "Sinergitas, bahu membahu serta bergandengan tangan seluruh stakeholder menjadi kunci untuk Bangsa Indonesia mampu melakukan penanganan dan pengendalian Pandemi Covid 19," tutur Dedi.